DARUSSALAM OKU SELATAN - Imam Nasa`i nama
lengkap beliau ialah Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany, terkenal dengan nama An
Nasa`i karena dinisbahkan dengan kota Nasa'i
salah satu kota
di Khurasan.
Ia dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian menurut Adz Dzahabi
, Ada pula yang mengatakan pada tahun 214 H. dan meninggal dunia pada hari
Senin tanggal 13 Shafar 303 Hijriah di Palestina lalu dikuburkan di Baitul
Maqdis.
Imam Nasa'i juga
merupakan tokoh ulama kenamaan ahli hadits pada masanya. Selain Shahih Bukhari,
Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami' At-Tirmidzi, juga karya besar Imam
Nasa'i, Sunan us-Sughra termasuk jajaran kitab hadits pokok yang dapat
dipercayai dalam pandangan ahli hadits dan para kritikus hadits.
Juga ia adalah
seorang ulama hadits yang jadi ikutan dan ulama terkemuka melebihi para ulama
yang hidup pada zamannya.
Pengembaraan Imam Nasa'i
Ia lahir dan
tumbuh berkembang di Nasa', sebuah kota
di Khurasan yang banyak melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar. Di
madrasah negeri kelahirannya itulah ia menghafal Al-Qur'an dan dari guru-guru
negerinya ia menerima pelajaran ilmu-ilmu agama yang pokok.
Setelah
meningkat remaja, ia senang mengembara untuk mendapatkan hadits. Belum lagi
berusia 15 tahun, ia berangkat mengembara menuju Hijaz, Iraq,
Syam, Mesir dan Jazirah. Kepada ulama-ulama negeri tersebut ia belajar hadits,
sehingga ia menjadi seorang yang sangat terkemuka dalam bidang hadits yang
mempunyai sanad yang 'Ali (sedikit sanadnya) dan dalam bidang kekuatan
periwayatan hadits.
Nasa'i merasa
cocok tinggal di Mesir. Karenanya, ia kemudian menetap di negeri itu, di jalan
Qanadil. Dan seterusnya menetap di kampung itu hingga setahun menjelang
wafatnya. Kemudian ia berpindah ke Damsyik.
Di tempatnya
yang baru ini ia mengalami suatu peristiwa tragis yang menyebabkan ia menjadi
syahid. Alkisah, ia dimintai pendapat tentang keutamaan Mu'awiyyah r.a.
Tindakan ini seakan-akan mereka minta kepada Nasa'i agar menulis sebuah buku
tentang keutamaan Mu'awiyyah, sebagaimana ia telah menulis mengenai keutamaan
Ali r.a.
Oleh karena itu
ia menjawab kepada penanya tersebut dengan "Tidakkah Engkau merasa puas
dengan adanya kesamaan derajat (antara Mu'awiyyah dengan Ali), sehingga Engkau
merasa perlu untuk mengutamakannya?" Mendapat jawaban seperti ini mereka
naik pitam, lalu memukulinya sampai-sampai buah kemaluannya pun dipukul, dan
menginjak-injaknya yang kemudian menyeretnya keluar dari masjid, sehingga ia
nyaris menemui kematiannya.
Wafatnya Imam Nasa'i
Tidak ada
kesepakatan pendapat tentang di mana ia meninggal dunia. Imam Daraqutni menjelaskan,
bahwa di saat mendapat cobaan tragis di Damsyik itu ia meminta supaya dibawa ke
Makkah.
Permohonannya
ini dikabulkan dan ia meninggal di Makkah, kemudian dikebumikan di suatu tempat
antara Safa dan Marwah. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Abdullah bin
Mandah dari Hamzah al-'Uqbi al-Misri dan ulama yang lain.
Imam az-Zahabi
tidak sependapat dengan pendapat di atas. Menurutnya yang benar ialah bahwa
Nasa'i meningal di Ramlah, suatu tempat di Palestina. Ibn Yunus dalam Tarikhnya
setuju dengan pendapat ini, demikian juga Abu Ja'far at-Tahawi dan Abu Bakar
bin Naqatah.
Selain pendapat
ini menyatakan bahwa ia meninggal di Ramlah, tetapi yang jelas ia dikebumikan
di Baitul Maqdis. Ia wafat pada tahun 303 H.
Sifat-sifat Imam Nasa'i
Ia bermuka tampan.
Warna kulitnya kemerah-merahan dan ia senang mengenakan pakaian garis-garis
buatan Yaman. Ia adalah seorang yang banyak melakukan ibadah, baik di waktu
malam atau siang hari, dan selalu beribadah haji dan berjihad.
Ia sering ikut
bertempur bersama-sama dengan gubernur Mesir. Mereka mengakui kesatriaan dan
keberaniannya, serta sikap konsistensinya yang berpegang teguh pada sunnah
dalam menangani masalah penebusan kaum Muslimin yang tetangkap lawan.
Dengan demikian
ia dikenal senantiasa "menjaga jarak" dengan majlis sang Amir,
padahal ia tidak jarang ikut bertempur besamanya. Demikianlah. Maka, hendaklah
para ulama itu senantiasa menyebar luaskan ilmu dan pengetahuan.
Namun ada
panggilan untuk berjihad, hendaklah mereka segera memenuhi panggilan itu. Selain
itu, Nasa'i telah mengikuti jejak Nabi Dawud, sehari puasa dan sehari tidak.
Fiqh Nasa'i
Ia tidak saja
ahli dan hafal hadits, mengetahui para perawi dan kelemahan-kelemahan hadits
yang diriwayatkan, tetapi ia juga ahli fiqh yang berwawasan luas.
Imam Daraqutni
pernah berkata mengenai Nasa'i bahwa ia adalah salah seorang Syaikh di Mesir
yang paling ahli dalam bidang fiqh pada masanya dan paling mengetahui tentang
hadits dan perawi-perawi.
Ibnul Asirr
al-Jazairi menerangkan dalam mukadimah Jami'ul Usul-nya, bahwa Nasa'i bermazhab
Syafi'i dan ia mempunyai kitab Manasik yang ditulis berdasarkan mazhab Safi'i,
rahimahullah.
Karya-karya Imam Nasa'i
Imam Nasa'i
telah menusil beberapa kitab besar yang tidak sedikit jumlahnya. Di antaranya:
- As-Sunan ul-Kuba.
- As-Sunan us-Sughra, tekenal dengan nama Al-Mujtaba.
- Al-Khasa'is.
- Fada'ilus-Sahabah.
- Al-Manasik.
Di antara
karya-karya tersebut, yang paling besar dan bemutu adalah Kitab As-Sunan.
Sekilas tentang
Sunan An-Nasa'i
Nasa'i menerima
hadits dari sejumlah guru hadits terkemuka. Di antaranya ialah Qutaibah Imam
Nasa'i Sa'id. Ia mengunjungi kutaibah ketika berusia 15 tahun, dan selama 14
bulan belajar di bawah asuhannya.
Guru lainnya
adalah Ishaq bin Rahawaih, al-Haris bin Miskin, 'Ali bin Khasyram dan Abu Dawud
penulis as-Sunan, serta Tirmidzi, penulis al-Jami'. Hadits-haditsnya
diriwayatkan oleh para ulama yang tidak sedikit jumlahnya.
Antara lain Abul
Qasim at-Tabarani, penulis tiga buah Mu'jam, Abu Ja'far at-Tahawi, al-Hasan bin
al-Khadir as-Suyuti, Muhammad bin Mu'awiyyah bin al-Ahmar al-Andalusi dan Abu
Bakar bin Ahmad as-Sunni, perawi Sunan Nasa'i.
Ketika Imam
Nasa'i selesai menyusun kitabnya, As-Sunan ul-Kubra, ia lalu menghadiahkannya
kepada Amir ar-Ramlah. Amir itu bertanya: "Apakah isi kitab ini shahih
seluruhnya?" "Ada
yang shahih, ada yang hasan dan ada pula yang hampir serupa dengan
keduanya," jawabnya. "Kalau demikian," kata sang Amir,
"Pisahkan hadits-hadits yang shahih saja."
Atas permintaan
Amir ini maka Nasa'i berusaha menyeleksinya, memilih yang shahih-shahih saja,
kemudian dihimpunnya dalam suatu kitab yang dinamakan As-Sunan us-Sughra.
Dan kitab ini
disusun menurut sistematika fiqh sebagaimana kitab-kitab Sunan yang lain. Imam
Nasa'i sangat teliti dalam menyususn kitab Sunan us-Sughra. Karenanya ulama
berkata: "Kedudukan kitab Sunan Sughra ini di bawah darjat Shahih Bukhari
dan Shahih Muslim, karena sedikit sekali hadits dha'if yang tedapat di
dalamnya." Oleh karena itu, kita
dapatkan bahwa hadits-hadits Sunan Sughra yang dikritik oleh Abul Faraj ibnul
al-Jauzi dan dinilainya sebagai hadits maudhu’ kepada hadits-hadits tersebut
tidak sepenuhnya dapat diterima.
As-Suyuti telah
menyanggahnya dan mengemukakan pandangan yang berbeda dengannya mengenai
sebagian besar hadits yang dikritik itu. Dalam Sunan Nasa'i terdapat
hadits-hadits shahih, hasan, dan dha'if, hanya saja hadits yang dha'if sedikit
sekali jumlahnya.
Adapun pendapat
sebagian ulama yang menyatakan bahwa isi kitab Sunan ini shahih semuanya,
adalah suatu anggapan yang terlalu sembrono, tanpa didukung oleh penelitian
mendalam.
Atau maksud
pernyataan itu adalah bahwa sebagian besar ini Sunan adalah hadits shahih.
Sunan us-Sughra inilah yang dikategorikan sebagai salah satu kitab hadits pokok
yang dapat dipercaya dalam pandangan ahli hadits dan para kritikus hadits.
Sedangkan Sunan
ul-Kubra, metode yang ditempuh Nasa'i dalam penyusunannya adalah tidak
meriwayatkan sesuatu hadits yang telah disepakati oleh ulama kritik hadits
untuk ditinggalkan.
Apabila sesuatu
hadits yang dinisbahkan kepada Nasa'i, misalnya dikatakan, "hadits riwayat
Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah "riwayat yang di dalam Sunan
us-Sughra, bukan Sunan ul-Kubra", kecuali yang dilakukan oleh sebagian
kecil para penulis.
Hal itu
sebagaimana telah diterangkan oleh penulis kitab 'Aunul-Ma'bud Syarhu Sunan Abi
Dawud pada bagian akhir uraiannya: "Ketahuilah, pekataan al-Munziri dalam
Mukhtasar-nya dan perkataan al-Mizzi dalam Al-Atraf-nya, hadits ini
diriwayatkan oleh Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah riwayatnya dalam
As-Sunan ul-Kubra, bukan Sunan us-Sughra yang kini beredar di hampir seluruh
negeri, seperti India, Arabia, dan negeri-negeri lain.
Sunan us-Sughra
ini merupakan ringkasan dari Sunan ul-Kubra dan kitab ini hampir-hampir sulit
ditemukan. Oleh karena itu hadits-hadits yang dikatakan oleh al-Munziri dan
al-Mizzi, "diriwayatkan oleh Nasa'i" adalah tedapat dalam Sunan
ul-Kubra.
Kita tidak perlu
bingung dengan tiadanya kitab ini, sebab setiap hadits yang tedapat dalam Sunan
us-Sughra, terdapat pula dalam Sunanul-Kubra dan tidak sebaliknya. Mengakhiri pengkajian ini, perlu ditegaskan
kembali, bahwa Sunan Nasa'i adalah salah satu kitab hadits pokok yang menjadi
pegangan.
Sumber: Kitab
Hadits Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
syuron postingan yg sangat bermanfaat. eh.. biografi imam ahmadnya ana cari gk ktmu.
BalasHapus