DARUSSALAM OKU SELATAN - Abu Dawud nama
lengkap beliau adalah Sulaiman bin al-Asy'as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad
bin 'Amr al-Azdi as-Sijistani, seorang imam ahli hadits yang sangat teliti,
tokoh terkemuka para ahli hadits setelah dua imam hadits Bukhari dan Muslim
serta pengarang kitab Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan.
Perkembangan dan Perlawatan Abu Dawud
Sejak kecilnya
Abu Dawud sudah mencintai ilmu dan para ulama, bergaul dengan mereka untuk
dapat mereguk dan menimba ilmunya.
Belum lagi
mencapai usia dewasa, ia telah mempersiapkan dirinya untuk mengadakan
perlawatan, mengelilingi berbagai negeri. Hal ini diketahui mengingat pada
tahun 221 H, dia sudah berada di Baghdad, dan di
sana beliau
menemui kematian Imam Muslim, sebagaimana yang beliau katakan: "Aku
menyaksikan jenazahnya dan mensholatkannya".
Setelah beliau
masuk kota Baghdad,
beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk tinggal dan menetap di
Bashroh,dan beliau menerimanya,akan tetapi hal itu tidak membuat beliau
berhenti dalam mencari hadits.
Ia belajar
hadits dari para ulama yang tidak sedikit jumlahnya, yang dijumpainya di Hijaz,
Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain.
Perlawatannya ke
berbagai negeri ini membantu dia untuk memperoleh pengetahuan luas tentang
hadits, kemudian hadits-hadits yang diperolehnya itu disaring dan hasil
penyaringannya dituangkan dalam kitab As-Sunan.
Abu Dawud
mengunjungi Baghdad
berkali-kali. Di sana
ia mengajarkan hadits dan fiqh kepada para penduduk dengan memakai kitab Sunan
sebagai pegangannya.
Kitab Sunan
karyanya itu diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadits, Ahmad bin Hanbal.
Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat indah dan baik.
Kemudian Abu
Dawud menetap di Basrah atas permintaan gubernur setempat yang menghendaki
supaya Basrah menjadi "Ka'bah" bagi para ilmuwan dan peminat hadits.
Guru-guru Abu Dawud
Para ulama
yang menjadi guru Imam Abu Dawud banyak jumlahnya. Di antaranya guru-guru yang
paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa'nabi, Abu 'Amr ad-Darir, Sulaiman
bin Harb, Abu Zakariya Yahya bin Ma'in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb,
ad-Darimi, Abu Ustman Sa'id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah , Muslim bin Ibrahim,
Abdullah bin Raja', Abu'l Walid at-Tayalisi dan lain-lain.
Sebagian gurunya
ada pula yang menjadi guru Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti Ahmad bin
Hanbal, Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa'id.
Murid-murid Abu Dawud
Ulama-ulama yang
mewarisi haditsnya dan mengambil ilmunya, antara lain :
1.
Abu 'Isa at-Tirmidzi,
2.
Abu Abdur Rahman an-Nasa'i,
3.
Putranya sendiri Abu Bakar bin
Abu Dawud,
4.
Abu Awanah,
5.
Abu Sa'id al-A'rabi,
6.
Abu Ali al-Lu'lu'i,
7.
Abu Bakar bin Dassah,
8.
Abu Salim Muhammad bin Sa'id
al-Jaldawi
9.
Abu Ubaid Al Ajury
10.
Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al
Baghdady,
11.
Abu `Amr Ahmad bin Ali Al
Bashry,
12.
Abu Bakr Ahmad bin Muhammad Al
Khollal Al Faqih,
13.
Isma`il bin Muhammad Ash
Shofar,
14.
Zakariya bin Yahya As Saajy,
15.
Abu Bakr Ibnu Abi Dunya.
16.
Ahmad bin Sulaiman An Najjar,
17.
Ali bin Hasan bin Al `Abd Al
Anshory ,
18.
Muhammad bin Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al
Bashry
Cukuplah sebagai
bukti pentingnya Abu Dawud, bahwa salah seorang gurunya, Ahmad bin Hanbal
pernah meriwayatkan dan menulis sebuah hadits yang diterima dari padanya.
Hadits tersebut
ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Hammad bin Salamah dari Abu
Ma'syar ad-Darami, dari ayahnya, sebagai berikut: "Rasulullah SAW. ditanya
tentang 'atirah, maka ia menilainya baik."
Akhlak dan
Sifat-sifatnya yang Terpuji Abu Dawud
Abu Dawud adalah
salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai derajat tinggi dalam
ibadah, kesucian diri, wara' dan kesalehannya.
Ia adalah
seorang sosok manusia utama yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan
keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Dawud ini telah diungkapkan oleh sebagian
ulama yang menyatakan: “Abu Dawud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam
perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta kepribadiannya.
Ahmad dalam
sifat-sifat ini menyerupai Waki', Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan
menyerupai Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha'i, Ibrahim menyerupai
'Alqamah dan ia menyerupai Ibn Mas'ud.
Sedangkan Ibn
Mas'ud sendiri menyerupai Nabi SAW dalam sifat-sifat tersebut.” Sifat dan keperibadian
yang mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan keberagamaan, tingkah laku
dan akhlak.
Abu Dawud
mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu
lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang yang
melihatnya bertanya tentang kenyentrikan ini, ia menjawab: "Lengan baju yang lebar ini digunakan
untuk membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi,
kalau dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.
Pujian Para
Ulama Kepada Abu Dawud
Abu Dawud adalah
juga merupakan "bendera Islam" dan seorang hafiz yang sempurna, ahli
fiqh dan berpengetahuan luas terhadap hadits dan ilat-ilatnya. Ia memperoleh
penghargaan dan pujian dari para ulama, terutama dari gurunya sendiri, Ahmad
bin Hanbal.
Al-Hafiz Musa
bin Harun berkata mengenai Abu Dawud:
"Abu Dawud diciptakan di dunia hanya untuk hadits, dan di akhirat
untuk surga. Aku tidak melihat orang yang lebih utama melebihi dia." Sahal
bin Abdullah At-Tistari, seorang yang alim mengunjungi Abu Dawud. Lalu
dikatakan kepadanya: "Ini adalah Sahal, datang berkunjung kepada
tuan." Abu Dawud pun menyambutnya dengan hormat dan mempersilahkan duduk.
Kemudian Sahal
berkata: "Wahai Abu Dawud, saya ada keperluan keadamu." Ia bertanya:
"Keperluan apa?" "Ya, akan saya utarakan nanti, asalkan engkau
berjanji akan memenuhinya sedapat mungkin," jawab Sahal. "Ya, aku
penuhi maksudmu selama aku mampu," tandan Abu Dawud. Lalu Sahal berkata:
"Jujurkanlah lidahmu yang engkau pergunakan untuk meriwayatkan hadits dari
Rasulullah SAW. sehingga aku dapat menciumnya."
Abu Dawud pun
lalu menjulurkan lidahnya yang kemudian dicium oleh Sahal. Ketika Abu Dawud
menyusun kitab Sunan, Ibrahim al-Harbi, seorang ulama ahli hadits berkata:
"Hadits telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagaimana besi dilunakkan bagi
Nabi Dawud."
Ungkapan ini
adalah kata-kata simbolik dan perumpamaan yang menunjukkan atas keutamaan dan
keunggulan seseorang di bidang penyusunan hadits.
Ia telah
mempermudah yang sulit, mendekatkan yang jauh dan memudahkan yang masih rumit
dan pelik.
Abu Bakar
al-Khallal, ahli hadits dan fiqh terkemuka yang bermadzhab Hanbali,
menggambarkan Abu Dawud sebagai berikut; Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'as, imam
terkemuka pada zamannya adalah seorang tokoh yang telah menggali beberapa
bidang ilmu dan mengetahui tempat-tempatnya, dan tiada seorang pun pada masanya
yang dapat mendahului atau menandinginya.
Abu Bakar
al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah senantiasa menyinggung-nyingung Abu Dawud
karena ketinggian darjatnya, dan selalu menyebut-nyebutnya dengan pujian yang
tidak pernah mereka berikan kepada siapa pun pada masanya.
Madzhab Fiqh Abu
Dawud
Syaikh Abu Ishaq
asy-Syairazi dalam asy-Syairazi dalam Tabaqatul-Fuqaha-nya menggolongkan Abu
Dawud ke dalam kelompok murid-murid Imam Ahmad.
Demikian juga
Qadi Abu'l-Husain Muhammad bin al-Qadi Abu Ya'la (wafat 526 H) dalam
Tabaqatul-Hanabilah-nya. Penilaian ini nampaknya disebabkan oleh Imam Ahmad
merupakan gurunya yang istimewa.
Menurut satu
pendapat, Abu Dawud adalah bermadzhab Syafi'i. Menurut pendapat yang lain, ia
adalah seorang mujtahid sebagaimana dapat dilihat pada gaya susunan dan sistematika Sunan-nya.
Terlebih lagi
bahwa kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat khas para imam hadits
pada masa-masa awal.
Memandang Tinggi
Kedudukan Ilmu dan Ulama
Sikap Abu Dawud yang memandang tinggi terhadap
kedudukan ilmu dan ulama ini dapat dilihat pada kisah berikut sebagaimana
dituturkan, dengan sanad lengkap, oleh Imam al-Khattabi, dari Abu Bakar bin
Jabir, pembantu Abu Dawud. Ia berkata:
"Aku bersama Abu Dawud tinggi di Baghdad.
Pada suatu
waktu, ketika kami selesai menunaikan shalat Maghrib, tiba-tiba pintu rumah
diketuk orang, lalu pintu aku buka dan seorang pelayan melaporkan bahwa Amir
Abu Ahmad al-Muwaffaq mohon ijin untuk masuk. Kemudian aku melapor kepada Abu
Dawud tentang tamu ini, dan ia pun mengijinkan.
Sang Amir pun
masuk, lalu duduk. Tak lama kemudian Abu Dawud menemuinya seraya berkata:
"Gerangan apakah yang membawamu datang ke sini pada saat seperti
ini?" "Tiga kepentingan," jawab Amir. "Kepentingan
apa?" tanyanya.
Amir
menjelaskan, "Hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di sana, supaya para penuntut
ilmu dari berbagai penjuru dunia datang belajar kepada tuan; dengan demikian
Basrah akan makmur kembali.
Ini mengingat
bahwa Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedy Zenji."
Abu Dawud
berkata: "Itu yang pertama, sebutkan yang kedua!" "Hendaknya
tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada putra-putraku," kata Amir.
"Ya, ketiga?" Tanya Abu Dawud kembali.
Amir
menerangkan: "Hendaknya tuan mengadakan majlis tersendiri untuk
mengajarkan hadits kepada putra-putra khalifah, sebab mereka tidak mau duduk
bersama-sama dengan orang umum."
Abu Dawud
menjawab: "Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi; sebab manusia itu
baik pejabat terhormat maupun rakyat melarat, dalam bidang ilmu sama."
Ibn Jabir
menjelaskan: "Maka sejak itu putra-putra khalifah hadir dan duduk bersama
di majlis taklim; hanya saja di antara mereka dengan orang umum di pasang
tirai, dengan demikian mereka dapat belajar bersama-sama."
Maka hendaknya
para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa, tetapi merekalah yang harus
datang kepada para ulama. Dan kesamaan derajat dalam ilmu dan pengetahuan ini,
hendaklah dikembangkan apa yang telah dilakukan Abu Dawud tersebut.
Tanggal Wafat Abu Dawud
Setelah
mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan aktivitas ilmia, menghimpun
dan menyebarluaskan hadits, Abu Dawud meninggal dunia di Basrah yang
dijadikannya sebagai tempat tinggal atas permintaan Amir sebagaimana telah
diceritakan.
Ia wafat pada
tanggal 16 Syawwal 275 H/889M. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan
ridha-Nya kepadanya.
Karya-karya Abu Dawud
Imam Abu Dawud
banyak memiliki karya, antara lain:
- Kitab AS-Sunnan (Sunan Abu Dawud).
- Kitab Al-Marasil.
- Kitab Al-Qadar.
- An-Nasikh wal-Mansukh.
- Fada'il al-A'mal.
- Kitab Az-Zuhd.
- Dala'il an-Nubuwah.
- Ibtida' al-Wahyu.
- Ahbar al-Khawarij.
Di antara
karya-karya tersebut yang paling bernilai tinggi dan masih tetap beredar adalah
kitab Amerika Serikat-Sunnan, yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Abi
Dawud.
Kitab Sunan
Karya Abu Dawud
Metode Abu Dawud
dalam Penyusunan Sunan-nya
Karya-karya di
bidang hadits, kitab-kitab Jami' Musnad dan sebagainya disamping berisi
hadits-hadits hukum, juga memuat hadits-hadits yang berkenaan dengan amal-amal
yang terpuji (fada'il a'mal) kisah-kisah, nasehat-nasehat (mawa'iz), adab dan
tafsir. Cara demikian tetap berlangsung sampai datang Abu Dawud.
Maka Abu Dawud
menyusun kitabnya, khusus hanya memuat hadits-hadits hukum dan sunnah-sunnah
yang menyangkut hukum.
Ketika selesai
menyusun kitabnya itu, beliau memperlihatkannya kepada Imam Ahmad bin Hanbal,
dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.
Abu Dawud dalam
sunannya tidak hanya mencantumkan hadits-hadits shahih semata sebagaimana yang
telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia memasukkan pula
kedalamnya hadits shahih, hadits hasan, hadits dha'if yang tidak terlalu lemah
dan hadits yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya.
Hadits-hadits yang sangat lemah, ia jelaskan kelemahannya.
Cara yang
ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan
kepada penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan mereka
mengenai kitab Sunannya.
Abu Dawud
menulis sbb: "Aku mendengar dan menulis hadits Rasulullah SAW sebanyak
500.000 buah. Dari jumlah itu, aku seleksi sebanyak 4.800 hadits yang kemudian
aku tuangkan dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun
hadits-hadits shahih, semi shahih dan yang mendekati shahih.
Dalam kitab itu
aku tidak mencantumkan sebuah hadits pun yang telah disepakati oleh orang
banyak untuk ditinggalkan. Segala hadits yang mengandung kelemahan yang sangat
ku jelaskan, sebagai hadits macam ini ada hadits yang tidak shahih sanadnya.
Adapun hadits
yang tidak kami beri penjelasan sedikit pun, maka hadits tersebut bernilai
salih (bias dipakai alasan, dalil), dan sebagian dari hadits yang shahih ini
ada yang lebih shahih daripada yang lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab,
sesudah Qur'an, yang harus dipelajari selain daripada kitab ini.
Empat buah
hadits saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagaman tiap
orang. Hadits tersebut adalah, yang artinya:
Pertama:
"Segala amal itu hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap or memperoleh apa
yang ia niatkan. Karena itu maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya pula. Dan barang siapa
hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau karena perempuan yang ingin
dikawininya, maka hijrahnya hanyalah kepada apa yang dia hijrah kepadanya
itu."
Kedua:
"Termasuk kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa yang tidak
berguna baginya."
Ketiga:
"Tidaklah seseorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan
untuk saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya."
Keempat:
"Yang halal itu sudah jelas, dan yang haram pun telah jelas pula. Di
antara keduanya terdapat hal-hal syubhat (atau samar) yang tidak diketahui oleh
banyak orang. Barang siapa menghindari syubhat, maka ia telah membersihkan
agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat,
maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan haram, ibarat penggembala yang
menggembalakan ternaknya di dekat tempat terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya
setiap penguasa itu mempunyai larangan. Ketahuilah, sesungguhnya larangan Allah
adalah segala yang diharamkan-Nya. Ingatlah, di dalam rumah ini terdapat
sepotong daging, jika ia baik, maka baik pulalah semua tubuh dan jika rusak
maka rusak pula seluruh tubuh. Ingatlah, ia itu hati."
Demikianlah
penegasan Abu Dawud dalam suratnya. Perkataan Abu Dawud itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Hadits pertama
adalah ajaran tentang niat dan keikhlasan yang merupakan asas utama bagi semua
amal perbuatan diniah dan duniawiah.
Hadits kedua
merupakan tuntunan dan dorongan bagi ummat Islam agar selalu melakukan setiap
yang bermanfaat bagi agama dan dunia.
Hadits ketiga,
mengatur tentang hak-hak keluarga dan tetangga, berlaku baik dalam pergaulan
dengan orang lain, meninggalkan sifat-sifat egoistis, dan membuang sifat iri,
dengki dan benci, dari hati masing-masing.
Hadits keempat
merupakan dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram, serta cara memperoleh
atau mencapai sifat wara', yaitu dengan cara menjauhi hal-hal musykil yang
samar dan masih dipertentangkan status hukumnya oleh para ulama, karena untuk
menganggap enteng melakukan haram.
Dengan hadits
ini nyatalah bahwa keempat hadits di atas, secara umum, telah cukup untuk
membawa dan menciptakan kebahagiaan.
Komentar Para
Ulama Mengenai Kedudukan Kitab Sunan Abu Dawud
Tidak sedikit
ulama yang memuji kitab Sunan ini. Hujatul Islam, Imam Abu Hamid al-Ghazali
berkata: "Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui
hadits-hadits ahkam."
Demikian juga
dua imam besar, An-Nawawi dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah memberikan pujian
terhadap kitab Sunan ini bahkan beliau menjadikan kitab ini sebagai pegangan
utama di dalam pengambilan hukum.
Hadits-hadits
Sunan Abu Dawud yang Dikritik
Imam Al-Hafiz
Ibnul Jauzi telah mengkritik beberapa hadits yang dicantumkan oleh Abu Dawud
dalam Sunannya dan memandangnya sebagai hadits-hadits maudhu’ (palsu). Jumlah
hadits tersebut sebanyak 9 buah hadits.
Walaupun
demikian, disamping Ibnul Jauzi itu dikenal sebagai ulama yang terlalu mudah
memvonis "palsu", namun kritik-kritik telah ditanggapi dan sekaligus
dibantah oleh sebagian ahli hadits, seperti Jalaluddin as-Suyuti.
Dan andaikata
kita menerima kritik yang dilontarkan Ibnul Jauzi tersebut, maka sebenarnya
hadits-hadits yang dikritiknya itu sedikit sekali jumlahnya, dan hampir tidak
ada pengaruhnya terhadap ribuan hadits yang terkandung di dalam kitab Sunan
tersebut.
Karena itu kami
melihat bahwa hadits-hadits yang dikritik tersebut tidak mengurangi sedikit pun
juga nilai kitab Sunan sebagai referensi utama yang dapat dipertanggungjawabkan
keabsahanya.
Jumlah Hadits
Sunan Abu Dawud
Di atas telah
disebutkan bahwa isi Sunan Abu Dawud itu memuat hadits sebanyak 4.800 buah
hadits. Namun sebagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5.274 buah hadits.
Perbedaan jumlah
ini disebabkan bahwa sebagian orang yang menghitungnya memandang sebuah hadits
yang diulang-ulang sebagai satu hadits, namun yang lain menganggapnya sebagai
dua hadits atau lebih.
Dua jalan
periwayatan hadits atau lebih ini telah dikenal di kalangan ahli hadits. Abu
Dawud membagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab dibagi
pula ke dalam beberapa bab.
Jumlah kitab
sebanyak 35 buah, di antaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi ke dalam bab-bab.
Sedangkan jumlah bab sebanyak 1,871 buah bab.
Sumber: Kitab
Hadits Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
Postingan yang sangat bermanfaat sobat, saya menyukai bacaan ini, selain menambah pengetahuan juga wawasan untuk saya...
BalasHapusterima kasih sahabatku
salam sukses selalu sobat